Catatan Di Kala Senja
Di saat ku temui keheningan batinku, kamu yang menemani
kesunyianku.
Malam yang berbeda dari sebelumnya,
Senja yang begitu berat berpisah dengan sang surya,
Mata yang tak ingin terpejam melepaskan cahaya.
Jarak apa yang begitu jauh?
Jurang apa yang begitu dalam?
Aku hidup dalam realita kepahitan dunia
Kau hidup dalam nikmatnya impian
Duniaku menancapkan paku pada kayu dan beton
Menata bata menjadi sebuah bentuk,
Menyusun atap menjadi perlindungan di kala panas dan hujan.
Kadang jariku tertusuk paku, kadang kakiku tergores batu.
Keringat bercucuran dari seluruh tubuhku,
Lelah dan penat menjadi kawan perjalanan pulangku.
Inilah realita duniaku.
Demi sebuah mimpi..
Tapi duniamu begitu indah.
Dimana tidak ada realita tidak ada seperti duniaku
Duniamu begitu hening,
tidak ada jari yang berdarah, tidak ada keringat membasahi
tubuh
tidak ada air mata kelelahan, tidak ada duka kesalahan
duniamu begitu indah,
sehingga duniaku bagaikan sampah.
Inilah perbedaan kita..
Inilah jarak dan jurang di antara dua hati.
Yang meskipun bersatu pasti akan selalu terpisah.
Aku merealisasikan utopia..
Tapi kau meng-utopia-kan realita..
Aku membangun dari bata ke bata..
Tapi kau bahkan tak tahu kalau bangunan dibangun dengan
bata.
Jika utopia tidak direalisasikan, dimanakah ia akan
terwujud?
Utopia di dalam pikiran bukanlah realita.
Karena realita berarti nyata..
Nyata berarti dapat dirasa..
Dan sesuatu yang dapat dirasa selalu dibuat dengan
perasaan..
Dimanakah utopiamu?
Inilah utopiaku.. yang masih membutuhkan tenaga dan hatiku..
Untuk dibangun dengan suka dan duka..
Dengan keringat dan air mata..
Dengan kesabaran dan ketekunan.
Sampai akhirnya aku akan menikmatinya
Sebagai buah dari perjuangan..
Dan kau… masih berkutat dalam utopia ciptaan pikiranmu
sendiri.
Hidup itu praksis..
realisasikan impian… bukan mengimpikan realita.
Komentar
Posting Komentar