Dead Stream

Untuk beberapa saat aku terbenam dalam kemarahan. Aku membalas kemarahan dengan kemarahan yang kupendam, yang meledak di dalam dadaku, membuat jantungku berdetak tak beraturan. Sejenak, keseimbanganku bergeser dan membuatnya mengalir mengikuti arus perasaan, tepat menuju jurang kemurkaan.  "Hawane senggol bacok." mungkin itu istilah yang tepat untuk menggambarkan diriku dan  lingkunganku. Dalam keadaan ini, aku merasa seperti orang mati. Nyaman sekali rasanya mengikuti arus ini. Namun, aku menyesali kenyamanan ini.


Dengan sisa kesadaranku, aku mencoba mengendalikan diri. Aku kalah. Aku belum cukup kuat mengendalikan jiwaku. Lalu, seperti halnya orang yang terseret arus sungai, jika sudah tak mampu lagi berenang, ia harus mencari pegangan. Benar, aku meraih setangkai Bunga Taman. Dia menampilkan ekspresi menyebalkan. Tapi itu cukup untuk membuatku seimbang kembali. Kemarahan berhasil dikalahkan. Meskipun aku masih rapuh dan harus mengumpulkan kembali daya2 kesadaranku, ekspresi bodoh Bunga Taman itu cukup untuk menyelamatkanku dari arus yang tak terkendali.

Hal ini menunjukkan dua hal. Pertama, aku masih belum cukup kuat untuk bisa mengendalikan jiwaku. Itu artinya, aku masih jauh dari batin yang bebas. Kedua, aku masih membutuhkan orang lain untuk menjagaku tetap seimbang, di saat aku sendiri tak mampu lagi menjaganya. Artinya, aku tidak sendiri.

Bunga Taman... meskipun dia menyebalkan... tapi... kali ini aku harus berterimakasih padanya..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Di Kala Senja

Coffee of Destiny

Stream Of Destiny